Pernah merasa seperti terjebak dalam lingkaran masalah yang sama? Misalnya, selalu bertemu pasangan yang bersikap dingin, sulit percaya orang lain, atau merasa tidak cukup baik meskipun sudah berusaha keras? Jika ya, bisa jadi kamu sedang mengalami trauma yang tidak selesai, yang diam-diam terus memengaruhi cara kamu menjalani hidup.
Trauma tidak selalu berbentuk kejadian besar seperti kekerasan atau bencana. Banyak trauma justru berasal dari pengalaman emosional masa kecil, yang tampak sepele tapi meninggalkan luka dalam pola pikir, emosi, dan perilaku seseorang.
Berikut adalah 5 jenis trauma yang paling sering terulang dalam hidup, beserta penjelasan dan dampaknya agar kita bisa lebih waspada dan mulai menyembuhkan.
1. Trauma Penolakan (Rejection Trauma)
Ciri khas:
- Takut ditinggalkan
- Selalu ingin disukai
- Sangat sensitif terhadap kritik
Trauma ini muncul saat seseorang pernah merasa tidak diterima apa adanya, terutama oleh orang terdekat seperti orang tua, guru, atau teman masa kecil. Mungkin orang tua dulu sering membandingkan kita dengan orang lain, atau hanya mencintai kita saat kita “berprestasi”.
Akibatnya:
Kita tumbuh menjadi pribadi yang sulit merasa cukup, takut menyampaikan pendapat, dan rela mengorbankan diri hanya untuk diterima.
2. Trauma Penghinaan (Humiliation Trauma)
Ciri khas:
- Merasa malu atas diri sendiri
- Takut melakukan kesalahan di depan orang
- Enggan tampil atau berbicara di depan umum
Trauma ini terjadi jika dulu kita sering direndahkan atau dipermalukan, entah karena penampilan, nilai, atau kesalahan kecil. Kalimat seperti “kamu bodoh banget sih!” atau “maluin keluarga aja” bisa tertanam kuat dalam ingatan.
Akibatnya:
Kita tumbuh dengan perasaan bahwa diri kita memalukan dan tidak layak dihargai, lalu cenderung menarik diri atau menjadi people-pleaser.
3. Trauma Pengkhianatan (Betrayal Trauma)
Ciri khas:
- Sulit percaya pada orang lain
- Selalu curiga dalam hubungan
- Takut ditipu atau disakiti
Pengalaman dikhianati, terutama oleh sosok yang kita percayai (orang tua, sahabat, pasangan), bisa membuat kita merasa dunia tidak aman dan semua orang berpotensi menyakiti.
Akibatnya:
Hubungan menjadi penuh kecurigaan, kita bisa jadi overprotektif atau justru terlalu menghindari kedekatan emosional.
4. Trauma Ketidakadilan (Injustice Trauma)
Ciri khas:
- Merasa hidup tidak adil
- Mudah marah atau frustasi
- Merasa suara atau keinginan sendiri tidak penting
Trauma ini muncul ketika seseorang merasa suaranya tidak pernah didengarkan atau sering diperlakukan tidak adil, misalnya karena lahir sebagai anak tengah, perempuan, atau anak dari keluarga tidak mampu.
Akibatnya:
Mereka bisa tumbuh menjadi orang yang selalu berjuang membuktikan diri, tapi dalam hati menyimpan kemarahan dan kekecewaan yang dalam.

5. Trauma Pengabaian (Abandonment Trauma)
Ciri khas:
- Takut sendirian
- Sangat tergantung secara emosional
- Rela bertahan dalam hubungan tidak sehat
Saat anak sering diabaikan secara emosional, misalnya orang tua sibuk sendiri, tidak hadir saat dibutuhkan, atau tidak menanggapi perasaan anak. Anak bisa merasa tidak berharga.
Akibatnya:
Dewasa nanti, mereka akan mengejar hubungan dengan siapa saja, bahkan yang toksik, demi tidak merasa sendirian.
Kenapa Trauma Ini Terulang Lagi dan Lagi?
Trauma masa lalu yang tidak disadari akan menciptakan pola bawah sadar. Kita akan secara otomatis:
- Menarik orang-orang dengan karakter serupa seperti sosok yang menyakiti kita dulu
- Mengulangi pola hubungan lama yang tidak sehat
- Membuat keputusan yang “terasa aman” tapi sebenarnya merugikan
Ini seperti otak yang mencoba “menyelesaikan masalah yang belum selesai”, padahal justru membawa kita kembali ke luka yang sama.
Lalu, Harus Bagaimana?
1. Sadar Dulu, Baru Bisa Sembuh
Langkah pertama adalah mengakui bahwa ada luka yang belum sembuh. Refleksikan pola yang sering muncul dalam hidupmu: apa yang berulang, dan kapan pertama kali kamu merasakannya?
2. Belajar Memahami Diri Tanpa Menghakimi
Kita semua punya masa lalu. Tapi masa lalu tidak harus menentukan masa depan. Berhenti menyalahkan diri, dan mulai melihat dirimu dengan penuh welas asih.
3. Konsultasi dengan Profesional
Psikolog atau konselor bisa membantu mengurai trauma, membimbing proses penyembuhan, dan membangun ulang pondasi emosional yang sehat.
Kesimpulan: Luka Bisa Sembuh, Asal Kita Mau Menyadarinya
Trauma memang tak selalu terlihat, tapi dampaknya bisa sangat nyata. Jangan remehkan pola yang terus berulang, itu bisa jadi sinyal dari luka lama yang belum selesai.
Mengenali trauma bukan berarti kita lemah. Justru, itu langkah awal menuju versi diri yang lebih sadar, sehat, dan merdeka dari bayang-bayang masa lalu. Karena kamu layak bahagia tanpa harus terus terluka.
Jika Anda merasa membutuhkan dukungan untuk menavigasi keadaan emosional dan meningkatkan kesejahteraan mental Anda, Anda dapat berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor profesional untuk mendapatkan dukungan dan panduan lebih lanjut. Seorang konselor yang berpengalaman dapat membantu Anda dengan sesi konseling dan kerahasiaan yang terjamin.
Image Source :