Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan meningkatnya kasus kekerasan yang melibatkan remaja, baik dalam bentuk bullying di sekolah, aksi tawuran, hingga kekerasan verbal dan fisik yang terekam lalu viral di media sosial. Pertanyaannya, apakah kekerasan remaja ini hanya soal karakter individu yang “nakal” semata? Atau ada pengaruh lebih besar dari lingkungan sekitar?
Jawabannya bisa kita temukan dalam pendekatan social learning, cara remaja belajar dari lingkungan sosial mereka.
Apa Itu Social Learning?
Social learning adalah proses di mana seseorang belajar dengan cara mengamati, meniru, dan memodifikasi perilaku berdasarkan lingkungan sekitarnya. Teori ini menyatakan bahwa anak-anak dan remaja tidak hanya belajar dari ajaran formal seperti di sekolah, tetapi juga dari apa yang mereka lihat di rumah, di jalanan, bahkan di media sosial.
Artinya, ketika remaja melihat kekerasan sering terjadi dan tidak mendapatkan konsekuensi serius, baik itu di lingkungan rumah, sekolah, atau digital, mereka bisa belajar bahwa kekerasan adalah “cara yang boleh” atau bahkan “cara yang kuat” untuk menyelesaikan masalah.
Lingkungan: Sumber Provokasi Terselubung?
Remaja berada pada masa pencarian jati diri, di mana mereka ingin diakui dan merasa punya tempat di suatu kelompok. Sayangnya, ketika lingkungan sekitar penuh dengan contoh negatif, misalnya:
- Orang tua yang sering berteriak atau memukul anak
- Guru atau kakak kelas yang membenarkan bullying sebagai “tradisi”
- Teman sebaya yang memuji kekerasan sebagai bentuk keberanian
- Konten viral yang menormalkan kekerasan verbal, fisik, atau emosional
…maka anak pun terdorong untuk meniru. Tak jarang, mereka bahkan merasa “dipaksa” untuk bersikap agresif agar dianggap keren atau diterima.
Jadi, lingkungan memang bisa jadi provokator terbesar. Tapi bukan berarti ini tak bisa diatasi.

Cara Mengatasi: Ubah Pola Belajar Sosial Anak
1. Bangun Lingkungan yang Menghargai Emosi dan Dialog
Ajarkan anak untuk mengenali emosinya dan mengungkapkannya secara sehat. Bukan dengan menekan perasaan, tapi juga bukan dengan meledak-ledak. Saat anak belajar menyampaikan marah atau kecewa lewat kata-kata yang santun, mereka akan tumbuh lebih tangguh secara emosional.
2. Kuatkan Role Model Positif
Remaja butuh contoh nyata. Orang tua, guru, kakak, atau tokoh publik bisa jadi panutan. Tunjukkan bahwa keberanian bukan tentang memukul lebih dulu, tapi tentang berani berkata “nggak” saat diajak berbuat salah. Jadikan keberanian untuk bersikap baik sebagai hal yang keren.
3. Batasi Paparan Konten Kekerasan
Anak-anak zaman sekarang belajar bukan cuma dari orang di sekitar, tapi juga dari TikTok, YouTube, dan game. Orang tua perlu mendampingi, bukan melarang total, tapi mengarahkan dan berdiskusi: “Menurut kamu, apa yang salah dari video itu?” atau “Kalau kamu di posisi itu, kamu bakal gimana?”
4. Kembangkan Empati Lewat Kegiatan Sosial
Libatkan remaja dalam kegiatan sukarela, seperti bakti sosial atau komunitas. Melihat realitas hidup orang lain membantu membuka perspektif, dan menumbuhkan rasa peduli. Empati adalah benteng alami terhadap kekerasan.
5. Berikan Konsekuensi yang Jelas dan Mendidik
Jika anak terlibat kekerasan, jangan hanya menghukum tanpa arah. Ajarkan refleksi: mengapa itu salah, siapa yang dirugikan, dan bagaimana memperbaiki. Misalnya, meminta maaf langsung, menuliskan surat permintaan maaf, atau ikut sesi konseling.
Penutup: Kita Semua Punya Peran
Mencegah kekerasan remaja bukan hanya tugas sekolah atau psikolog. Orang tua, komunitas, bahkan kreator konten punya peran penting. Kalau lingkungan adalah “guru” bagi anak-anak, maka mari kita pastikan mereka belajar dari guru yang benar.
Karena kekerasan bukanlah warisan, dan tidak boleh jadi kebiasaan. Mari bentuk generasi yang lebih kuat bukan karena tangannya, tapi karena hati dan pikirannya.
Jika Anda membutuhkan arahan untuk membimbing anak-anak Anda dalam bersosialisasi, Anda dapat berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor profesional untuk mendapatkan dukungan dan panduan lebih lanjut. SOA memiliki program Social Smart Class yang dapat mendukung anak Anda dengan cara yang tepat untuk bersosialisasi. Seorang konselor yang berpengalaman dapat membantu Anda dan anak Anda dengan sesi konseling dan kerahasiaan yang terjamin. SOA juga memiliki program Bullying Prevention untuk membantu guru, siswa dan orang tua membentuk lingkungan sekolah yang positif.
Image Source :