Masa remaja dikenal sebagai fase penuh tantangan. Salah satunya adalah gengsi—sebuah kebutuhan untuk terlihat keren, diterima, dan dianggap “bernilai” oleh teman sebaya. Gengsi ini sering kali membuat remaja rela melakukan banyak hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan: ikut-ikutan tren mahal, berbohong tentang kehidupan mereka, bahkan menekan jati diri agar sesuai dengan standar lingkungan sosialnya. Tapi benarkah gengsi selalu jadi “penyakit” remaja? Tidak juga.
Faktanya, anak remaja bisa kok mengendalikan gengsinya, asalkan didampingi dengan cara yang tepat oleh lingkungan terdekatnya, terutama keluarga. Di balik sikap sok keren atau ingin tampil wah, sebenarnya tersimpan kebutuhan akan validasi yang bisa diarahkan secara sehat.
Berikut ini beberapa alasan dan cara kenapa dan bagaimana remaja bisa mengendalikan gengsinya.
1. Mereka Punya Nilai Diri yang Kuat
Remaja yang sudah ditanamkan self-worth atau rasa berharga sejak kecil cenderung tidak mudah goyah oleh tekanan sosial. Mereka tahu bahwa nilai diri mereka tidak tergantung dari barang bermerek, gadget terbaru, atau postingan keren di media sosial.
Orang tua yang sejak dini membiasakan anak untuk bangga atas pencapaian dan keunikan diri (bukan hanya penampilan) akan menumbuhkan pribadi yang percaya diri. Anak-anak ini bisa berkata “tidak perlu” ketika temannya pamer sesuatu yang mahal, karena mereka tahu: aku tidak harus sama agar bisa dihargai.
2. Mereka Diberi Ruang untuk Mengekspresikan Diri
Gengsi sering muncul karena remaja tidak punya ruang aman untuk jadi dirinya sendiri. Mereka merasa akan ditertawakan jika jujur, dianggap aneh jika berbeda, atau dikucilkan jika tidak mengikuti tren.
Sebaliknya, remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang terbuka untuk berdiskusi, bebas berpendapat tanpa dimarahi, dan tidak melabeli perasaan mereka sebagai “lebay” akan memiliki kepercayaan diri yang lebih stabil.
Tips:
Daripada langsung bilang, “Ngapain sih gengsi gitu?”
Lebih baik tanyakan, “Menurut kamu, kenapa kamu harus ikuti tren itu? Emang kamu suka atau biar dianggap keren?”
3. Mereka Melihat Role Model yang Realistis
Remaja belajar dari melihat. Jika orang tua atau figur dewasa di sekitarnya juga terus pamer status sosial, merasa malu kalau tidak tampil wah, atau suka membandingkan diri dengan orang lain, maka jangan heran kalau anak jadi “turunan gengsi”.
Sebaliknya, jika mereka melihat orang tuanya hidup sederhana tapi percaya diri, menghargai orang dari sikap bukan dari merek baju, maka pelajaran hidup yang mereka tangkap akan jauh berbeda.
Tips:
Tunjukkan bahwa yang keren itu bukan penampilan mahal, tapi karakter kuat.
Misalnya: jujur, bertanggung jawab, dan tidak mudah terpengaruh.

4. Mereka Punya Circle Pertemanan yang Sehat
Gengsi sering kali jadi mekanisme pertahanan ketika berada dalam lingkungan yang kompetitif dan judgemental. Tapi jika remaja memiliki pertemanan yang suportif dan tidak menghakimi, mereka tidak perlu repot-repot membentuk citra palsu.
Orang tua bisa membantu dengan memantau circle pertemanan anak tanpa harus mengontrol. Ajak ngobrol ringan tentang siapa temannya, apa yang mereka lakukan bersama, dan bagaimana mereka saling mendukung.
5. Mereka Belajar Mengelola Emosi dan Sosial Skill
Gengsi muncul saat anak belum bisa mengelola rasa malu, takut ditolak, atau cemas tidak dianggap. Kabar baiknya, skill ini bisa dilatih.
Anak yang diajarkan mengenal emosinya, tahu cara menenangkan diri, dan bisa bicara dengan asertif, akan lebih kuat secara sosial. Mereka akan lebih berani berkata,
“Aku gak ikut nongkrong, aku lagi hemat.”
atau
“Aku suka gaya aku sendiri, gak harus ikut-ikut orang.”
Kesimpulan: Gengsi Bukan Takdir, Tapi Tantangan yang Bisa Diatasi
Masa remaja memang penuh turbulensi, tapi bukan berarti gengsi harus menguasai. Dengan pola asuh yang suportif, komunikasi terbuka, dan contoh nyata dari orang tua, remaja bisa kok mengendalikan gengsinya.
Bantu mereka untuk menyadari bahwa nilai diri lebih dari sekadar tampilan luar. Ajari mereka untuk merasa cukup, meskipun tidak sama dengan orang lain.
Karena sejatinya, remaja yang paling keren adalah yang tahu siapa dirinya dan berani jadi diri sendiri.
Jika Anda membutuhkan arahan untuk membimbing anak-anak remaja Anda, Anda dapat berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor profesional untuk mendapatkan dukungan dan panduan lebih lanjut. Seorang konselor yang berpengalaman dapat membantu Anda dan anak remaja Anda dengan sesi konseling dan kerahasiaan yang terjamin.
Image Source :