Peranan sebagai orang tua tidak dapat dipungkiri merupakan peranan yang sangat penting dan utama di dalam kehidupan anak. Namun orang tua perlu pastikan bahwa peranan sebagai orang tua dilakukan secara proporsional atau tidak berlebihan. Sebab sudah banyak terjadi contoh bahwa parenting yang berlebihan malah memberikan dampak yang buruk bagi psikologi anak. Rasa sayang terhadap anak tanpa disadari sering membuat orang tua banyak melakukan pengawasan dan pembatasan hal-hal yang dilakukan oleh anak. Mari simak lebih lanjut untuk mengerti lebih jauh mengenai over parenting.
Apa Yang Dimaksud Dengan Over Parenting
Apabila orang tua merasa selalu perlu mengawasi kegiatan-kegiatan anak dan melakukan pembatasan-pembatasan hingga memberlakukan berbagai larangan karena merasa khawatir, ini merupakan salah satu indikasi orang tua yang over parenting. Selain dari memberikan larangan dan batasan, ciri lain dari over parenting adalah ketika orang tua terlalu banyak terlibat dalam pilihan dan kegiatan anak. Orang tua yang memiliki kecenderungan over parenting seringkali kurang memberikan ruang bagi anak untuk mencoba berbagai hal dengan mandiri dan memiliki keinginan kuat untuk melindungi anak dari ketidaknyamanan.
Mengapa Over Parenting Buruk Bagi Psikologi Anak?
Dalam proses pertumbuhannya, anak membutuhkan pengalaman trial and error, serta banyak melakukan eksplorasi secara mandiri untuk berkembang. Kehadiran serta keterlibatan orang tua yang berlebihan dapat mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri dalam mengambil keputusan dan bertindak kelak dalam hidupnya karena sudah terbiasa dibantu oleh orang tua.
Ciri-ciri Orang Tua yang Over Parenting
Berikut ini adalah 5 ciri-ciri yang perlu dikenali dengan seksama oleh orang tua mengenai kecenderungan over parenting :
- Pengawasan yang berlebihan.
Ciri yang pertama adalah orang tua cenderung merasa perlu untuk selalu melakukan pengawasan agar anak tidak terluka dan merasa ketidaknyamanan secara emosional maupun fisik. Hal ini dikarenakan orang tua merasa cemas dan tidak tenang apabila anak diharuskan melakukan sesuatu secara mandiri.
- Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan anak dilakukan oleh orang tua secara sepihak.
Ciri selanjutnya yang dapat menandakan orang tua telah masuk ke zona over parenting adalah orang tua sering berupaya memastikan anak agar tidak mengambil keputusan yang salah dengan mengambil keputusan untuk anak secara sepihak. Di posisi ini, orang tua merasa paling mengenal segala sesuatunya tentang anak dan merasa mengetahui pilihan yang terbaik untuk anak. Ketika orang tua berasumsi dirinya paling mengetahui pilihan yang terbaik bagi anak, orang tua akan cenderung untuk tidak memberikan ruang untuk anak mengeksplorasi dan membuat keputusan secara mandiri.
- Terlalu mengatur seluruh kegiatan anak.
Apabila orang tua merasa perlu melakukan yang terbaik untuk menyalurkan minat dan bakat anak secara maksimal, hal ini adalah sesuatu yang wajar. Sayangnya, seringkali keinginan tersebut menjadi permulaan orang tua untuk terlibat dan mengatur seluruh kegiatan serta pengembangan diri anak secara mendetail. Dalam ciri ini, kecenderungan orang tua yang over protective dan over parenting akan mengatur anak dengan berlebih dalam arti mengatur apa yang harus dan tidak boleh disukai oleh anak. Misalnya, mengharuskan anak untuk les musik karena orang tuanya juga seorang musisi, atau mengharuskan anak untuk ikut kelas ballet karena semua teman seusianya mengikuti kelas yang sama. Ini adalah beberapa contoh yang terjadi dan justru akan menyebabkan ketidaknyamanan dan tekanan dalam tumbuh kembang anak dan juga kesehatan mentalnya.
- Orang tua merasa takut anak akan mengalami kegagalan.
Pemahaman bahwa di dalam hidup setiap orang akan memiliki banyak fase kehidupan, tidak terkecuali anak kita, adalah sebuah hal yang seharusnya dimiliki oleh orang tua. Tetapi, orang tua yang cenderung over protective dan over parenting akan selalu merasa ketakutan akan perjalanan kehidupan anaknya. Karena perasaan takut dan cemas ini, orang tua akan selalu membantu anak agar anak tidak perlu merasa kesusahan atau gagal. Kebiasaan ini akan membuat anak memiliki mental yang rapuh dan tidak memiliki daya juang.
- Mengatur cara orang lain memperlakukan anak.
Ciri ini sebenarnya sangat berkaitan dengan ciri-ciri sebelumnya, yaitu dipicu oleh kekhawatiran berlebih orang tua akan setiap fase perkembangan dan kehidupan anak. Tidak jarang kecenderungan orang tua mengatur dapat memicu banyak perdebatan di lingkungan sosial anak. Seringkali orang tua terlibat pertentangan dengan guru-guru di sekolah, orang tua murid lain maupun teman-teman sepermainan anak.
Tips Untuk Menjadi Orang Tua yang Baik Tanpa Perlu Over Parenting
- Belajar Mengelola Rasa Cemas.
Merasa cemas adalah salah satu hal yang wajar dan dimiliki hampir seluruh orang tua, terutama karena orang tua sangat menyayangi anaknya. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengelola rasa cemas itu dengan baik. Sebab di sisi lain, orang tua juga perlu belajar memberikan kepercayaan kepada anak untuk bertindak secara mandiri dan mengembangkan rasa ingin tahu di dalam diri anak. Oleh sebab itu, pengelolaan rasa cemas orang tua menjadi sangat penting untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
- Menentukan Apa yang Anak Dapat dan Tidak Dapat Lakukan Sendiri.
Selanjutnya, adalah hal yang bijaksana apabila orang tua menentukan hal-hal yang dapat dan tidak dapat anak lakukan sendiri sesuai dengan perkembangan usianya. Orang tua juga dapat berdiskusi dengan guru di sekolah maupun psikolog profesional mengenai tahap-tahap tumbuh kembang anak dan kegiatan-kegiatan apa yang wajar dilakukan oleh anak-anak seusianya.
- Bersikap supportive saat anak menghadapi masalah.
Ketika anak memiliki masalah atau menghadapi sebuah kegagalan dalam melakukan sesuatu, orang tua sering kali tanpa sadar justru mengeluarkan kata-kata yang justru menambah tekanan pada anak seperti “Makanya, lain kali belajarnya harus lebih sungguh-sungguh agar hasil ujiannya bisa lebih bagus.” Sebenarnya dibalik tindakan ini, orang tua berusaha untuk menanamkan bahwa di balik sebuah kegagalan atau masalah, terdapat banyak hal dan hikmah yang dapat dipelajari oleh anak. Penting untuk orang tua juga memberikan pemahaman kepada anak bahwa masalah dan kegagalan tidak selamanya buruk. Kegagalan dan masalah hadir agar kedepannya kita dapat menjadi lebih baik lagi.
Juga ketika anak mengalami masalah dan kegagalan, penting untuk orang tua tidak ikut panik. Cobalah mengamati bagaimana anak menghadapi masalah dan kegagalannya, dan biarkan anak mencoba mencari solusi secara mandiri terlebih dahulu walaupun anak tidak bisa mengatasi masalahnya dengan sempurna, sebelum orang tua terjun menolong anak.
- Delegasikan tugas kepada anak.
Ketika orang tua mempercayakan anak untuk mengerjakan sesuatu, hal ini dapat memupuk kepercayaan diri pada anak, sehingga anak merasa dapat melakukan sesuatu dengan mandiri dan dipercaya oleh orang tua untuk melakukan yang terbaik. Orang tua dapat mencoba hal-hal sederhana misalnya menugaskan anak untuk mencuci piring, gelas dan alat makan plastik yang tidak berbahaya bagi anak.
- Mau mendengarkan anak dan memberikan kepercayaan.
Orang tua dapat mencoba untuk menanyakan kepada anak apa yang anak ingin lakukan dan apa yang dia mau. Ketika keinginan anak tidak sejalan dengan orang tua, jangan langsung melarang anak. Tetapi biasakan diri untuk menanyakan alasan pilihan anak agar anak merasa pendapatnya juga berharga di mata orang tua. Setelah itu memberikan pro dan kontra dari pilihan tersebut. Proses ini akan membiasakan anak untuk selalu mempertimbangkan dengan baik sebelum membuat suatu keputusan. Kemampuan ini akan sangat membantu anak kedepannya saat beranjak dewasa.
Apabila orang tua membutuhkan input lebih jauh untuk mengembangkan dan menghadapi anak tanpa bersikap over parenting, dapat mempertimbangkan untuk menggunakan jasa psikolog dan konselor yang berpengalaman.
Image Source :