Di tengah kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup, semakin banyak anak yang sulit bersosialisasi secara langsung. Mereka lebih nyaman berinteraksi lewat layar dibandingkan bercengkerama langsung dengan teman sebaya. Namun, hal ini bukan sekadar soal pilihan komunikasi. Ketika anak jarang berinteraksi sosial secara langsung, ada satu aspek penting yang ikut tergerus, kesantunan dalam berucap dan bersikap.
Kita sering mendengar orang tua berkata, “Kok anakku tiba-tiba jadi blak-blakan banget ya?” atau “Ngomongnya suka nyelekit padahal maksudnya bercanda.” Bisa jadi bukan karena anak berniat buruk, tapi karena ia tidak terbiasa memahami dampak dari kata-kata yang ia ucapkan, terutama di lingkungan sosial yang nyata.
Bersosialisasi = Belajar Mengatur Ucapan
Dalam pergaulan langsung, anak akan secara alami belajar membaca ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan reaksi lawan bicara. Ketika mereka mengucapkan sesuatu yang kurang sopan, mereka akan langsung melihat wajah temannya berubah, atau mendengar nada suara yang tidak senang. Inilah yang membentuk refleksi sosial, anak jadi belajar, “Oh, tadi aku terlalu kasar,” atau “Kayaknya tadi temanku tersinggung.”
Tanpa pengalaman sosial ini, anak tidak punya cukup filter internal sebelum berbicara. Akibatnya, mereka bisa terkesan kasar, tidak empatik, atau bahkan menyakiti perasaan orang lain tanpa sadar. Dalam jangka panjang, ini bisa membuat anak dijauhi teman, dianggap menyebalkan, bahkan dijuluki tidak punya tata krama.
Belajar Santun Itu Butuh Latihan
Santun bukan bawaan lahir. Ia adalah hasil dari latihan, pembiasaan, dan pengalaman sosial. Saat anak terbiasa berdiskusi, bermain, atau berselisih secara sehat dengan teman, mereka belajar:
- mempertimbangkan kata-kata sebelum bicara,
- menyampaikan pendapat tanpa menyakiti,
- meminta maaf dan menerima perbedaan,
- serta menyesuaikan gaya bicara dengan situasi.
Bayangkan jika hal-hal ini tidak dipelajari sejak dini. Anak akan tumbuh dengan komunikasi yang kaku, defensif, atau bahkan agresif. Inilah yang membuat banyak anak remaja tampak “baperan” atau “galak” padahal sebenarnya kurang terlatih bersikap bijak dalam berbicara.
Dunia Digital Tidak Mengajarkan Konteks Sosial
Di media sosial atau dalam permainan daring, anak bisa bicara sesuka hati, tanpa melihat ekspresi lawan bicara, tanpa jeda untuk berpikir, dan sering kali tanpa konsekuensi langsung. Akibatnya, anak tidak terbiasa menyaring kata-katanya atau menyesuaikan diri dengan norma kesopanan.

Lebih buruk lagi, budaya komentar pedas, sarkasme, dan “roasting” yang dianggap lucu di internet bisa dianggap normal dan dibawa ke kehidupan nyata. Ketika digunakan dalam situasi sosial yang seharusnya hangat, gaya bicara ini malah bisa menyakiti.
Apa yang Bisa Dilakukan Orang Tua?
1. Ajarkan Anak untuk “Pause Before You Speak”
Biasakan anak untuk diam sejenak sebelum bicara. Tanyakan, “Kalau kamu jadi temannya, kamu bakal senang dengar itu enggak?” atau “Kamu yakin itu nggak bikin dia sedih?”. Latih anak Anda untuk terbiasa “Think about other’s thoughts and feel what others feeling”, yaitu memikirkan terlebih dulu apa yang akan dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain, atas kata-kata yang akan saya ucapkan.
2. Latih Empati Lewat Cerita atau Roleplay
Gunakan cerita atau skenario untuk melatih anak memahami perasaan orang lain. Misalnya, “Kalau kamu lagi sedih, terus temanmu bilang begitu, kamu akan merasa gimana?”
3. Perbanyak Aktivitas Sosial Langsung
Dorong anak untuk bermain dengan teman secara tatap muka. Semakin sering ia berinteraksi langsung, semakin tajam insting sosialnya berkembang.
4. Berikan Contoh Nyata di Rumah
Orang tua adalah guru utama dalam hal kesantunan. Gunakan kata-kata yang lembut, hindari teriakan, dan sampaikan kritik dengan empati. Anak meniru, bukan hanya mendengar.
5. Evaluasi Jika Anak Terlalu Sering Menyendiri
Jika anak menolak bersosialisasi dalam waktu lama, bisa jadi ada rasa cemas, trauma sosial, atau ketidaknyamanan yang belum terungkap. Konseling anak bisa membantu membuka komunikasi dan menemukan akarnya. SOA memiliki program Social Smart Class yang dapat mendukung Anda dan anak Anda dengan cara yang tepat untuk bersosialisasi.
Penutup: Santun adalah Superpower Sosial
Kemampuan bersosialisasi dan berbicara dengan santun akan menjadi bekal penting anak dalam menjalani masa depan, baik di sekolah, dunia kerja, maupun dalam hubungan personalnya nanti. Jangan tunggu anak dijauhi baru sadar pentingnya kesantunan.
Bantu anak mengembangkan empati dan komunikasi yang sehat sejak sekarang. Karena anak yang bisa berpikir sebelum berbicara akan tumbuh jadi pribadi yang disukai, dihormati, dan dihargai banyak orang.
Jika Anda membutuhkan arahan untuk membimbing anak-anak Anda di era modern seperti sekarang ini, Anda dapat berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor profesional untuk mendapatkan dukungan dan panduan lebih lanjut. Seorang konselor yang berpengalaman dapat membantu Anda dan anak Anda dengan sesi konseling dan kerahasiaan yang terjamin. Dan bila diperlukan, silahkan mendaftarkan anak anda pada program Social Smart Class yang dapat mendukung anak Anda dengan cara yang tepat untuk bersosialisasi.
Image Source :