Mengetahui bahwa anak mulai merokok bisa menjadi kejutan besar bagi orang tua. Perasaan marah, kecewa, khawatir, dan bingung seringkali datang bersamaan. Di satu sisi, ingin langsung melarang dan memarahi. Tapi di sisi lain, kita tahu bahwa pendekatan yang salah justru bisa membuat anak semakin tertutup dan tetap merokok diam-diam.
Remaja biasanya mulai merokok karena berbagai alasan: tekanan teman sebaya, rasa penasaran, ingin terlihat keren, atau karena meniru orang di sekitarnya, termasuk mungkin orang tua sendiri. Apa pun alasannya, merokok di usia muda sangat berbahaya bagi kesehatan jangka panjang, bahkan bisa memicu kebiasaan adiktif lainnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan orang tua jika mengetahui anaknya mulai merokok? Berikut langkah-langkah yang bisa membantu:
1. Jangan Langsung Emosional
Ini langkah pertama sekaligus yang paling sulit. Reaksi spontan seperti marah besar, membentak, atau langsung menghukum hanya akan membuat anak defensif. Anak bisa merasa diserang dan akhirnya menutup diri, membuat komunikasi menjadi lebih sulit.
Cobalah tarik napas panjang dan tahan emosi. Hadapi masalah ini dengan kepala dingin agar bisa membuka ruang dialog, bukan konflik.
2. Cari Waktu dan Suasana yang Tepat untuk Bicara
Pilih waktu ketika kalian berdua dalam kondisi santai, bukan saat sedang terburu-buru atau dalam suasana tegang. Bicaralah dengan suara tenang, dan mulai dengan rasa ingin tahu, bukan tuduhan. Contohnya:
“Ayah/Ibu dengar kamu mulai merokok. Boleh cerita, kenapa kamu mulai?”
Berikan kesempatan anak untuk bicara jujur. Dengarkan dulu tanpa memotong, bahkan jika alasan yang mereka berikan terasa tidak masuk akal. Tujuannya adalah membuka komunikasi, bukan mengadili.
3. Berikan Edukasi, Bukan Ceramah
Setelah mendengar alasannya, berikan penjelasan tentang bahaya merokok, dengan bahasa yang bisa mereka terima. Hindari gaya menggurui atau menakut-nakuti berlebihan, karena remaja cenderung akan menolak jika merasa dipaksa.
Ajak diskusi soal dampaknya, baik secara kesehatan (paru-paru, jantung, kesuburan), keuangan (biaya rokok bisa besar dalam jangka panjang), maupun sosial (bau mulut, ketergantungan, dan sebagainya). Gunakan data yang konkret, bahkan kalau perlu tunjukkan video edukatif atau testimoni mantan perokok.

4. Kenali Akar Masalahnya
Banyak anak merokok bukan hanya karena ingin coba-coba, tapi juga karena pelarian dari stres, masalah di sekolah, konflik keluarga, atau sekadar mencari penerimaan dari teman. Cobalah gali lebih dalam: adakah yang sedang mereka alami sehingga mereka merasa butuh merokok?
Jika ditemukan masalah lain, bantu mereka menyelesaikan akar persoalannya. Terkadang solusi bukan hanya pada rokoknya, tapi juga pada lingkungan dan tekanan yang mereka hadapi.
5. Jadilah Teladan yang Konsisten
Jika orang tua sendiri masih merokok, akan sangat sulit meminta anak berhenti. Anak belajar dari contoh, bukan hanya dari kata-kata. Maka jika ingin anak berhenti merokok, pertimbangkan juga untuk berhenti sendiri.
Bagi orang tua yang tidak merokok, tetaplah menjadi contoh gaya hidup sehat. Tunjukkan bahwa hidup tanpa rokok lebih bermanfaat dan menyenangkan.
6. Dukung Proses Berhentinya
Berhenti merokok bukan hal mudah, apalagi jika sudah kecanduan. Bantu anak menemukan strategi untuk berhenti: mulai dari mengurangi perlahan, mencari kegiatan pengganti, hingga mencari dukungan dari konselor atau profesional kesehatan jika perlu.
Berikan dukungan emosional. Tunjukkan bahwa kamu bangga dengan setiap kemajuan, sekecil apa pun itu.
Kesimpulan
Mengetahui anak mulai merokok memang bukan kabar menyenangkan. Tapi ini bukan akhir dunia. Justru ini momen penting untuk membangun komunikasi yang lebih dalam antara orang tua dan anak. Fokuslah pada proses, bukan hanya hasil. Beri anak ruang untuk berubah tanpa merasa dihakimi.
Dengan pendekatan yang empatik, sabar, dan konsisten, anak akan lebih mungkin berhenti merokok dan menyadari bahwa kesehatan dan masa depan mereka lebih berharga dari sebatang rokok.
Image Source :