Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan, termasuk anak-anak. Namun, bagaimana mereka merespons kegagalan itulah yang menentukan masa depan mereka. Anak yang tidak terbiasa menghadapi kegagalan bisa tumbuh menjadi pribadi yang mudah menyerah, takut mencoba, dan bermental lemah. Sebaliknya, anak yang memiliki resilience (ketahanan mental) akan lebih mudah bangkit dan terus berusaha, meskipun menghadapi tantangan besar.
Sebagai orang tua, kita tidak bisa selalu melindungi anak dari kegagalan. Yang bisa kita lakukan adalah mengajarkan mereka bagaimana menghadapi kegagalan dengan bijak dan menjadikannya sebagai batu loncatan untuk tumbuh lebih kuat.
Lalu, bagaimana cara mengajarkan resilience agar anak tidak gampang menyerah? Yuk, simak cara membangun mental tangguh sejak dini!
Ajarkan Anak Bahwa Kegagalan Itu Normal
Banyak anak takut gagal karena mereka menganggap kegagalan adalah tanda kelemahan atau sesuatu yang memalukan. Padahal, kegagalan adalah bagian dari proses belajar.
Apa yang bisa dilakukan?
Beri pemahaman bahwa semua orang pernah gagal, bahkan orang-orang sukses.
Ceritakan kisah tokoh terkenal yang mengalami kegagalan sebelum sukses, seperti Thomas Edison, Albert Einstein, atau Walt Disney.
Ubah cara pandang anak terhadap kegagalan: bukan sebagai akhir, tetapi sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.
Contoh:
Jika anak gagal dalam ujian, daripada mengatakan, “Kok bisa jelek begini?”, lebih baik katakan, “Wah, ini kesempatan buat kamu belajar lebih baik lagi!”
Biarkan Anak Menghadapi Tantangan Sendiri
Orang tua seringkali terlalu cepat membantu anak saat mereka mengalami kesulitan. Akibatnya, anak menjadi kurang mandiri dan tidak belajar menghadapi tantangan sendiri.
Apa yang bisa dilakukan?
Beri anak kesempatan untuk mencoba sendiri sebelum menawarkan bantuan.
Jika mereka gagal, jangan langsung menyelamatkan mereka—ajarkan mereka untuk menganalisis kesalahan dan mencari solusi.
Bangun kebiasaan bertanggung jawab atas tindakan mereka, bukan mencari alasan atau menyalahkan orang lain.
Contoh:
Jika anak kesulitan mengerjakan PR, jangan langsung memberi jawaban. Sebaliknya, tanyakan, “Apa yang bisa kamu coba dulu?” atau “Bagian mana yang paling sulit?”
Tanamkan Pola Pikir Growth Mindset
Growth mindset adalah keyakinan bahwa kecerdasan dan kemampuan bisa berkembang dengan usaha. Anak dengan growth mindset lebih tahan banting dan tidak mudah menyerah saat gagal.
Apa yang bisa dilakukan?
Hindari pujian berbasis hasil, seperti “Kamu memang pintar!”, karena ini bisa membuat anak takut mencoba hal baru.
Beri pujian berbasis usaha, misalnya, “Kamu sudah berusaha keras, itu yang penting!”
Ajarkan anak bahwa kegagalan bukan berarti tidak berbakat, tetapi tanda bahwa mereka perlu belajar lebih banyak.
Contoh:
Jika anak gagal dalam lomba menggambar, daripada mengatakan, “Memang nggak bakat sih,” lebih baik katakan, “Coba lagi, mungkin dengan latihan lebih banyak hasilnya bisa lebih baik!”

Ajari Anak Mengelola Emosi Saat Gagal
Kegagalan bisa membuat anak frustrasi, marah, atau sedih. Jika tidak diajarkan cara mengelola emosi, mereka bisa tumbuh menjadi anak yang mudah stres dan tidak tahan tekanan.
Apa yang bisa dilakukan?
✔ Ajarkan anak untuk menamai perasaannya, misalnya, “Aku kecewa karena kalah lomba.”
✔ Tunjukkan bahwa emosi itu normal, tetapi yang penting adalah bagaimana mengatasinya.
✔ Ajari teknik relaksasi sederhana, seperti tarik napas dalam-dalam atau berpikir positif.
Contoh:
Jika anak marah karena kalah dalam pertandingan, jangan langsung menyuruhnya diam. Katakan, “Aku tahu kamu kecewa, tapi ayo kita lihat apa yang bisa diperbaiki buat ke depannya.”
Jadilah Contoh Resilience untuk Anak
Anak belajar dari apa yang mereka lihat dari orang tua. Jika orang tua mudah menyerah, anak juga akan meniru. Sebaliknya, jika anak melihat bahwa orang tua tetap semangat meskipun menghadapi tantangan, mereka akan meniru sikap tersebut.
Apa yang bisa dilakukan?
✔ Ceritakan pengalaman pribadi saat menghadapi kegagalan dan bagaimana Anda bangkit kembali.
✔ Jangan menunjukkan sikap mengeluh berlebihan atau menyerah dengan mudah.
✔ Tunjukkan pada anak bahwa gagal itu biasa, tapi bangkit lagi adalah pilihan.
Contoh:
Jika Anda mengalami kegagalan di pekerjaan, jangan mengatakan, “Ah, aku memang gagal terus.” Sebaliknya, katakan, “Aku akan coba cara lain supaya bisa lebih baik lagi.”
Ajarkan Anak untuk Fokus pada Solusi, Bukan Masalah
Ketika anak mengalami kegagalan, jangan biarkan mereka larut dalam kesedihan. Arahkan mereka untuk mencari cara agar bisa lebih baik kedepannya.
Apa yang bisa dilakukan?
✔ Tanyakan, “Menurut kamu, apa yang bisa kamu lakukan berbeda lain kali?”
✔ Bantu anak membuat rencana atau strategi baru agar bisa menghadapi tantangan dengan lebih baik.
✔ Tekankan bahwa kesalahan adalah kesempatan untuk belajar, bukan alasan untuk menyerah.
Contoh:
Jika anak gagal dalam ujian matematika, bantu mereka berpikir, “Apa yang bisa kita lakukan supaya nilainya naik? Mungkin coba belajar dengan metode berbeda?”
Kesimpulan: Resilience Itu Kunci Kesuksesan!
Mengajarkan anak untuk menghadapi kegagalan dengan resilience (ketahanan mental) adalah salah satu bekal hidup terbaik yang bisa diberikan oleh orang tua.
Anak yang resilient tidak akan mudah menyerah hanya karena gagal sekali. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Jadi, mari kita ajari anak untuk bangkit setiap kali jatuh, agar mereka tidak bermental rapuh dan siap menghadapi dunia!
Jika Anda membutuhkan arahan untuk membimbing anak-anak Anda agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang dengan maksimal di jaman modern seperti saat ini, Anda dapat berkonsultasi dengan seorang psikolog atau konselor profesional untuk mendapatkan dukungan dan panduan lebih lanjut. Seorang konselor yang berpengalaman dapat membantu Anda dan anak Anda dengan sesi konseling dan kerahasiaan yang terjamin.
Image Source :